Rabu, 15 Januari 2014

Melihat Masa Depan

“Duh, coba dulu kita kerjain ya...”
“Kenapa nggak dari dulu?”
“Andai waktu bisa diputar kembali”

Kalimat tersebut sedikit dari sederetan frasa yang sering mengunang-mengunang di kepala saya, bahkan mungkin kita semua. Frasa yang mencerminkan penyesalan terhadap hal yang sudah terjadi. Sedikit mengundang empati dari saya, karena saya juga termasuk korbannya. Andai kita bisa melihat masa depan. Sayang, kita bukan Nostradamus yang termasyhur itu, kita hanya jelata liar tak berdaya jika waktu sudah menampakkan ‘kekejiannya’. Ya, waktu memang keji, waktu adalah simbol sebuah kelaliman dari kita yang tak mampu mengagungkannya.

Masuk ke inti, tiga frasa di atas mencerminkan bahwa kita masih belum dapat memahami waktu dengan baik. Jikalau boleh saya ungkapkan, jaman sekarang ini adalah peradaban yang menuntut kita harus bisa ‘melihat masa depan’. Menuntut kita menjadi seorang ‘visioner’.

Sekarang ini bukan lagi era dimana orang dengan bebas berkata,”Kita harus melakukannya, karena sudah sejak pertama kali kita disini, hal tersebut selalu dilakukan”. Bukan pula era untuk berkata,”Hal tersebut sudah menjadi tradisi yang harus dilakukan, apapun resikonya”. Bukan lagi saatnya histori masa lalu kita jadikan pranala ataupun hipotesa untuk mengambil suatu keputusan. Sekarang ini, kita harus mampu ‘melihat masa depan’.
Masih mau mendengar lagi tiga frasa di atas? Kalau histori adalah nilai anda, sekali lagi, jika waktu sudah menampakkan kelalimannya, anda bisa apa?

Zaman sekarang keras kawan, sedetik saja anda terlentang, tengkurap sudah logika anda. Sekarang ini, zaman menuntut kita untuk tidak lagi berpikir linear : putuskan A, jika terjadi B, selesaikan dengan C, jika gagal, teruskan dengan D. Jika yang terjadi adalah B’? Tersenyum sedikit ah...

Zaman sekarang ini menuntut kita harus berpikir secara paralel nan multidimensional. Jika masih bertahan dengan pola linear berazaskan tradisi, paling-paling mati. Mari berpikir paralel : putuskan A, jika terjadi B, selesaikan dengan B atau C. Jika yang terjadi B” selesaikan dengan B,B” dan C, begitu seterusnya. Percayalah, niscaya anda tidak akan mendengar lagi mondegreen akibat kelaliman dari sang waktu.

Mari, cobalah kita bersahabat dengan waktu. Bukan berarti memusuhi histori, hanya coba sedikit lakukan pendekatan paripurna terhadap masa depan. Bukannya banyak orang bijak yang bilang, masa depan itu lebih penting ya?

Marilah coba berpikir paralel, marilah bersahabat dengan waktu, marilah ‘melihat masa depan’ di setiap hal.

Oh iya, mari melihat masa depan dengan melihatv tulisan saya sesudah ini, di atas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar