Apa kabar penggemar? (nulis sambil ngaca). Kangen ya pasti? (masih liat kaca). Wajarlah, saya kan ganteng (kacanya pecah).
Saat pertama kali topik ini terpikirkan, tidak sadar sudah lama saya tidak menyapa kawan-kawan sekalian dengan cerita (yang semoga sepertinya memang benar-benar) lucu. Maka dari itu, saya tertarik untuk berbagi pengalaman menarik saya satu ini.
Kejadian ini saya alami sewaktu saya duduk di kelas 3 SMA, tahun 2009. Semua orang tahu, bahwa masa SMA adalah masa dimana kegantengan saya sedang berada di puncak piramida fase kegantengan seorang remaja pria. Namun semua itu luntur saat tiba-tiba telapak kaki kanan saya terasa nyeri. Awalnya saya anggap hal ini biasa, saya mengira hal ini disebabkan karena saya akan berubah menjadi Chaning Tatum. Namun ternyata semua premis ini patah seketika saat rasa nyeri tersebut terkonversi menjadi bulatan kecil yang jamak disebut : BISUL.
Bisul, ya... bisul. Bulatan yang terbentuk dari adonan daging (manusia) ini tumbuh di telapak kaki kanan saya. Memang sih, ukurannya kecil, tapi bagi saya terlihat seukuran perut ibu hamil. Dan yang paling mengganggu, karena letaknya di telapak kaki, jadi sangat mengganggu aktivitas saya. Setiap ke sekolah, saya harus berjalan pincang, karena kalo bisulnya terinjak, sakit meeen! Teman-teman saya heran dengan cara berjalan saya yang tiba-tiba pincang. Karena malu mengakui kalau saya bisul, setiap ada teman bertanya saya akan selalu menjawab saya pincang karena kapalan kelamaan main ice skating di Zimbabwe, mereka percaya.
Namun, karena takut bisul semakin membesar dan takut bertambah parah, saya pun bilang ke ibu saya supaya bisul di telapak kaki saya cepat-cepat dienyahkan dari muka bumi. Ibu saya pun mengiyakan dan mendukung penuh tawaran untuk mengenyahkan bisul ini dari muka bumi. Kemudian ibu saya lekas mengambil senapan dan menaiki garuda, ternyata ibu saya salah menafsirkan kata ‘mengenyahkan’ (maklum, kebanyakan nonton sinetron Indosiar). Maksud saya, saya minta dibawa ke dokter. Ibu saya awalnya mengiyakan, namun beberapa saat ibu saya teringat sesuatu.
“Mas, gimana kalo dicoba dibawa di klinik kantor ibu dulu? Disana melayani pengobatan buat bisul juga kok.”,
“Hah? Tapi apa bisa dipercaya tuh bu? Kan bukan dokter yang meriksa.”, setengah kaget saya menjawab.
“Bisa kok, percaya deh. Paling juga prosesnya sama kayak dokter. Bedanya kalo dokter bius gajah, di sana bius tengu.”, ibu saya mulai sok tau.
“Tapi bu... Saya agak kurang yakin...”, sambil menelan ludah saya menjawab.
“Ayolah, lagian gratis kok”,
“OKE BU! BERANGKAT SEKARANG!”, jawab saya dengan berapi-api.
Dengan dorongan kekuatan gratis, saya pun bergegas berangkat ke klinik di kantor ibu dengan harapan bisul saya segera enyah dari muka bumi. Sambil menunggu antrian, saya berbincang dengan bisul untuk yang terakhir kalinya. Kami bercengkerama, bercumbu hingga akhirnya tukar cincin. Hingga akhirnya giliran saya tiba. Saya sedikit tersentak, melihat kondisi ruangan klinik yang sangat steril ini. Jadi satu dengan tumpukan beras, kardus dan tumpukan perbekalan kantor. Saya jadi curiga, jangan-jangan setelah bisul saya diambil, saya disekap, dibuat pingsan kemudian keesokan harinya saya sudah berada di kapal perompak Somalia sebagai tebusan sandera yang ditawan. Namun saya tidak peduli, for the sake of ‘tetap ganteng’, saya harus tetap maju. Kemudian ada seorang pria paruh baya berperawakan gempal berkulit gelap mengenakan setelan baju olahraga dengan badan dipenuhi keringat. “Kingkong lepas dari mana nih?”, begitu ujar saya dalam hati. Sampai kemudian pria gelap tersebut mengajak bicara?
“Jadi ini yang tumbuh bisulnya di kaki ya?!!”, pria tersebut bertanya sambil berteriak, hingga mungkin seisi kantor mendengar. Sepertinya dia tidak bisa membedakan antara menjaga privasi pasien dan membunuhnya secara perlahan.
“I... iya pak, bapak siapa?”, ujar saya lirih karena takut dipermalukan lagi.
“Haha, perkenalkan, nama saya Honda (nama disamarkan), saya yang nanti akan mengambil bisul kamu”
Saya syok setengah mati mendengarnya, PRIA GELAP INI YANG AKAN MENGAMBIL BISUL SAYA??!! Kenapa tidak sekalian menyuruh penjual gorengan di depan kantor untuk mengambilnya?!! Tampang penjual gorengan di depan kantor terlihat lebih meyakinkan dari Pak Honda ini.
“Haha, kamu pasti syok ya? Wajar, tampang saya memang kurang meyakinkan sih, jadi pasien kadang takut, jadi saya sering sepi pasien”.
NAH, ITU BAPAK SADAR!!! Tau tampangnya udah gak meyakinkan kenapa gak resign aja dari profesi ini? Ajukan surat pengunduran diri, terus ganti profesi jadi pedagang Bakmi Jawa, itu lebih pantas sepertinya.
“Tenang aja dek, begini-begini kalo Cuma ambil bisul perkara gampang kok, saya sudah sering, jadi adek tenang aja, percaya deh sama saya”, ujar bapak tersebut sambil tersenyum.
Karena saya sudah tidak kuat dengan bisul yang mengganggu ini saya pun menguatkan iman saya untuk dengan ikhlas hati diperiksa oleh Pak Honda. Kalaupun nanti Pak Honda macam-macam dengan saya, tinggal saya arahkan bisul saya di depan mukanya.
“Baik pak, kalo begitu bisa dimulai sekarang?”, tanya saya sambil pasang tampang meyakinkan.
“Boleh, sekarang silahkan dilepas sepatunya dan adek tengkurap di kasur, saya siapkan dulu alat-alatnya”.
Saya pun menuruti instruksi dari Pak Honda, saya lepas sepatu dan mulai tengkurap di kasur tersebut. Kemudian Pak Honda terlihat sudah selesai persiapan dan kemudian menghampiri saya.
“Ini dibius dulu ya dek, agak sakit pas disuntik, jangan kaget ya”,
Karena saya memang tidak takut dengan jarum suntik, saya pun mengiyakan dengan antusias,“SIAP PAK!”.
Setelah dibius, dan menunggu sekitar 2 menit agar efek bius ini bekerja. Akhirnya proses pengangkatan bisul dimulai. Saya hanya bisa pasrah dan berdoa, semoga berjalan lancar dan kegantengan saya kembali seperti sediakala. Sekitar 10 menit semua berjalan lancar dan saya yakin semua pasti akan baik-baik saja dan operasi sukses. Namun bayangan tersebut buyar seketika saat Pak Honda mengatakan sesuatu.
“Aduh dek, ini guntingnya udah rusak, sebentar ya saya pinjamkan gunting ruang sebelah dulu”.
WHAT THE....???? Hei Pak Honda, ini udah operasi pak, masak iya guntingnya harus pinjem? Ya kalo ada, kalo gak? Masak iya Pak Honda bakal bilang,”Dek ini berhubung guntingnya lagi kosong, dilanjut besok ya operasinya, adek berbaring disini dulu sampe 2 minggu ke depan, soalnya saya mau umroh dulu, nanti pas di Arab saya sekalian beli gunting yang baru, sekalian tak bawain kurma”. OH NO!!! Operasi macam apa ini? Baru kali ini ada kasus operasi guntingnya rusak dan harus cari pinjaman. Syukur kalo nanti ada gunting yang pas, kalo adanya Cuma gunting rumput? Lagipula saya juga tidak bodoh bahwa gunting untuk operasi itu guntingnya khusus. Tapi karena dorongan untuk ganteng terus membara apa boleh buat.
“Oh gitu ya pak? Ya... silahkan pak...”, sambil dalam hati saya berdzikir 1000x.
“Sebentar ya dek, adek tunggu di sini saja, jangan kemana-mana”, Pak Honda kemudian keluar.
Ya iyalah pak, saya gak akan kemana-mana juga, bisa apa saya dengan kaki masih disayat-sayat belum selesai seperti ini? Mungkin Pak Honda takut kalo saya tiba-tiba pergi ke Amplaz dan baru pulang esok harinya.
Sejurus kemudian Pak Honda kembali.
“Sudah dapet dek guntingnya, mari dilanjutkan”, Pak Honda berbicara seolah melanjutkan kembali operasi yang tertunda sama entengnya dengan melanjutkan bermain catur setelah ditinggal pipis.
Akhirnya operasi pun dilanjutkan, sepertinya akan berjalan lancar, karena tinggal dijahit untuk menutup bekas luka. Tapi...
“Aduh dek, maaf lagi, ini benangnya habis, saya carikan dulu ya”
@@$!&&%%$^&@&**!!!!!!!!! Saya sudah kehabisan kata-kata. Pikiran saya melayang entah kemana. Saya jadi berburuk sangka dengan semuanya. Jangan-jangan klinik ini baru didirikan khusus untuk operasi saya, jangan-jangan Pak Honda ini adalah utusan sekte terlarang untuk membinasakan umat manusia dengan modus pengangkatan bisul.
“Tenang dek, saya coba carikan di ruang sebelah lagi, siapa tau ada,sebentar kok”.
Ya kalo ada pak? Kalo gak? Saya jadi membayangkan lagi Pak Honda bilang,”Aduh maaf dek, benangnya habis, operasinya dilanjut 2 bulan lagi ya? Saya soalnya mau naik haji ini, nanti adek saya suntik tidur biar berbaring disini, nanti kalo saya udah pulang, tak bangunin”. OH MEEEN!!! Saya sudah kehabisan akal, sampai-sampai saya mau menyuruh Pak Honda supaya menjahit saja dengan tali rafia di atas meja, supaya lekas selesai. Tapi sekali lagi, kalo tidak demi kegantengan, saya tidak akan lakukan ini.
“Yasudah pak..... silahkan...”, dengan mata sembab saya mengijinkan Pak Honda.
“Tunggu disini ya dek, jangan kemana-mana, sebentar kok”, ucap Pak Honda diiringi kekhawatiran jika saya pergi ke Timezone saat Pak Honda sibuk meminjam benang.
Pak Honda kemudian keluar. Dan setelah menunggu, Pak Honda pun akhirnya kembali sambil membawa benang. Saya pun merasa lega, operasi pun dilanjutkan. Sekitar 10 menit kemudian, operasi benar-benar selesai. Alhamdulillah, tidak ada lagi kendala yang datang. Saya pun berterima kasih kepada Pak Honda atas jasanya, Pak Honda juga dengan senang hati bisa membantu. Saya pun pulang ke rumah dengan rasa bangga, karena kegantengan saya bisa segera kembali. Sesampainya di rumah, saya mengintip jahitan di operasi saya, ternyata jahitannya berbentuk nomor HP Pak Honda disertai tulisan “Call Me If You Feel Lonely”.
.....
Saya pun juga sudah bisa langsung beraktivitas, termasuk berangkat sekolah, walaupun harus memakai sandal. Banyak teman saya yang berkata ada apa dengan kaki saya, agar tetap terlihat keren, setiap ada teman yang bertanya, saya selalu menjawab,”Iya nih, habis nginjek berlian yang berserakan di lantai rumah”. Seminggu kemudian saya sudah sembuh total, perban bisa dibuka dan saya bisa beraktivitas seperti semula. Resmi sudah, kegantengan saya telah kembali.
Namun ternyata masalah tidak hanya berhenti sampai di situ, sekitar 2 bulan kemudian telapak kaki kanan saya terasa nyeri lagi. Saya membiarkannya, karena perkiraan saya ini adalah proses perubahan saya untuk menjadi Adam Levine. Ternyata tidak, ada sesuatu yang muncul dan itu... BISUL SAYA TUMBUH LAGI, DI KOORDINAT YANG SAMA SEPERTI AWALNYA!!!!! Seketika itu dunia terasa runtuh. Hal yang pertama saya lakukan adalah menghubungi Pak Honda, karena nomor HP yang dijahit di kaki saya sudah saya catat. Namun ternyata tidak ada jawaban, belakangan diketahui bahwa Pak Honda sudah pergi ke Hongkong, jadi TKI. Karena saya sudah tidak tahan dan saya tidak mau mengulangi kesalahan yang sama, saya memaksa ibu saya untuk benar-benar membawa saya ke dokter yang benar-benar terpercaya. Ibu saya akhirnya mengiyakan setelah terjadi perdebatan sengit selama 4 jam.
Keesokan harinya, pagi-pagi kami berangkat ke rumah sakit, melakukan registrasi untuk pengobatan. Beruntunglah, saat itu saya mendapatkan antrian pertama. Malu saya sedikit tereduksi, karena bisa segera masuk tanpa diperhatikan banyak orang. Kemudian saya dipanggil masuk oleh mbak perawat ke ruang operasi. Sesampainya di dalam, ternyata dokter belum datang, mbak perawat kemudian mempersiapkan peralatan operasi dan mencoba mengecek kaki saya.
“Oalah, ini mah bukan bisul dek, ini namanya clavus. Beda sama bisul”.
“Oh gitu ya mbak, emang bedanya apa?”, saya penasaran.
“Ya beda dong, clavus itu ada jaringan yang tumbuhnya gak normal, jadi seakan-akan ada daging tumbuh, biasanya disebut juga bisul”, ujar mbak perawat.
“HAHAHAHA (tertawa bodoh dalam hati), iya mbak, beda banget ya sama bisul”, saya mencoba membanggakan penjelasan dari mbak perawat, supaya dia puas bisa menjelaskan perbedaan tersebut dengan sangat gamblang.
Tak lama kemudian dokter datang. Ternyata dokternya adalah seorang ibu-ibu muda yang masih nampak cantik dengan penampilan terjaga di usianya yang mungkin baru 40an tahun.
“Selamat pagi dek, perkenalkan saya Dokter Yamaha (nama disamarkan), saya dokter yang akan mengoperasi kamu. Coba saya cek dulu”.
Dokter Yamaha terlihat sangat meyakinkan dan cekatan, sangat berbeda dengan Pak Honda. Saya jadi sangat yakin bahwa kali ini pasti akan langsung berhasil.
“Oalah ini clavus, bukan bisul kok”, kata dokter Yamaha, tanpa menjelaskan perbedannya.
“Langsung saja dimulai operasinya, sudah siap kan?”, tanya Dokter Yamaha.
“Baik dok”.
“Oke, kalo gitu langsung tengkurap di kasur, saya persiapan dulu”.
Saya pun berbaring di kasur, sembari menunggu Dokter Yamaha mempersiapkan alat. Kemudian operasi pun dimulai, saya dibius seperti biasa. Sambil menunggu reaksi obat bius, Dokter Yamaha menjelaskan sesuatu kepada saya.
“Dek, nanti kita pake metode operasinya pake teknik laser. Jadi pembedahannya pake alat laser ini”, ujar Dokter Yamaha sambil menunjukkan alat sebesar knalpot motor menggantung di atas.
Saya terkejut, jangan-jangan laser itu nanti akan ditembakkan ke saya? Memang bisul saya lenyap, tapi saya juga ikut lenyap.
“Oh... La terus bedanya sama yang biasa apa dok?”, saya bertanya bercampur takut.
“Jadi kalo pake laser, gak perlu dibedah manual pake gunting atau pisau, gak perlu dijahit juga. Penyembuhannya juga cepet kok, udah banyak pasien saya operasi pake teknik laser, lebih efektif”, Dokter Yamaha menjelaskan dengan sangat meyakinkan.
Setelah mendengarkan penjelasan Dokter Yamaha, saya pun semakin mantap untuk melakukan operasi. Saya sangat yakin kejadian Pak Honda tidak terulang di sini. Sepertinya tidak mungkin Dokter Yamaha akan bilang,”Waduh dek, ini bensin lasernya habis, diganti pakai Petromax dulu ya”. Saya percaya kamu, Dokter Yamaha...
Operasi pun berlangsung, selama sekitar 20 menit, operasi akhirnya selesai. Alhamdulillah, tidak terjadi apa-apa, semua berjalan lancar. Dokter pun menjelaskan perawatan pasca operasi sembari menuliskan resep dokter. Apabila lancar, dalam 5 hari ke depan saya sudah sembuh total. Saya pun berterima kasih kepada Dokter Yamaha, tidak lupa berterima kasih kepada Mbak Perawat atas penjelasan perbedaan antara clavus dan bisul. Saya pun berpamitan meninggalkan ruang operasi.
Keesokan harinya, saya tetap berangkat sekolah walaupun kaki harus diperban menggunakan sandal sambil berjalan pincang. Teman-teman saya tentu heran, kenapa saya diperban lagi. Supaya tetap tampil prima, setiap teman bertanya saya selalu menjawab,”Iya nih guys, habis keserempet Lamborghini yang dibawa pembantu buat beli sayur lodeh di depan rumah”.
Dan akhirnya, sampai sekarang bisul, eh clavus di telapak kaki kanan saya tidak pernah muncul lagi. Semoga selamanya, dia enyah dari muka bumi ini (pasang muka melotot dan berbicara dalam hati ala sinetron di TV).
Bye-bye Balada Bisul Telapak Kaki!
P.S : Pembaca yang budiman adalah pembaca yang meninggalkan komentar di comment box, hehe.
Mampir juga ya di http:// dan http://theperceptionists.tumblr.com/
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapuskoe podo pekok e karo pak honda kui, ketoke utekmu yo ono bisul e kui, utekmu kudu dilaser juga yah
BalasHapussalam,
Dwian K. Hendra